- / / : 081284826829

Membangun Ekonomi Kerakyatan Dengan Pengembangan UKM


Oleh:
ARDA DINATA


Sesungguhnya perekonomian nasional yang berdasarkan dan berorentasi kerakyatan merupakan derivat dari paham kebangsaan dan kerakyatan. Cita-cita para pendiri bangsa Indonesia pun, sesungguhnya juga menghendaki sektor ekonomi rakyat menjadi soko-guru ekonomi nasional. Namun, nyatanya, sistem ini telah banyak ‘terselewengkan’. Inilah yang harus segera kita benahi.

Menurut Sri-Edi Swasono (1999), ekonomi rakyat adalah sektor ekonomi yang berisi kegiatan-kegiatan usaha ekonomi rakyat. Sedangkan perekonomian rakyat adalah sistem ekonomi dimana rakyat dan usaha-usaha ekonomi rakyat berperan integral dalam perekonomian nasional. Dimana produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat, berdasarkan pada pakem bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.

Konsep tersebut, saat ini sedikit-banyak telah mengalami penyimpangan. Buktinya peran negara masih memegang kendali utama dalam penentuan kebijakan ekonomi. Sehingga akibat peran yang amat besar itulah, menurut Amartya Zen (2001), yang menyebabkan logika pasar terlampaui. Dampaknya rakyat menjadi termiskinkan akibat kebijakan sepihak negara yang kurang peka terhadap kebutuhan rakyat yang sesungguhnya, seperti dengan adanya kenaikan BBM, tarif listrik, dan tarif telefon.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia saat ini merindukan sosok pemimpin bangsa yang mampu mengelola perekonomian nasional yang berkepihakan kepada rakyat. Tatanan ekonomi harus diatur sedemikian rupa, sehingga seluruh manusia memperoleh hak milik secara wajar dan menikmatinya dengan tanpa melupakan Allah sebagai pemberi rizki tersebut.

Di sini, tentu para pelaku ekonomi harus memperhatikan tujuan pokok ekonomi yang sesuai dengan pandangan islam, yaitu mengutamakan prinsip-prinsip ketuhanan, memperjuangkan kebutuhan hidup duniawi tanpa meninggalkan keselamatan ukhrawi, dan menciptakan kesejahteraan sosial. Apabila ketiga tujuan ini telah membumi pada gerak langkah ekonomi di Indonesia, maka harmonisasi di lapangan produksi, distribusi, dan konsumsi akan terwujud. Dan sesungguhnya inilah yang didambakan dalam dunia ekonomi sekarang, ditengah-tengah kebobrokan sistem ekonomi kapitalisme dan komunisme.

* *

Berbicara masalah ekonomi kerakyatan, maka kita tidak terlepas dari usaha kecil dan menengah (UKM), termasuk koperasi. Inilah contoh konkret dari ekonomi kerakyatan yang tersebar di tanah air Indonesia. Namun sayang, selama ini keberadaan UKM yang notabene sebagai ekonomi kerakyatan termarjinalkan. Padahal, kita tahu bahwa UKM mencapai proporsi mayoritas dari 93 persen pelaku ekonomi di republik ini.

Menyikapi kenyataan itu, setidaknya patut kita renungkan apa yang dikatakan James P Grant tentang pentingnya development from below, yakni bahwa pembangunan haruslah mampu merangsang inisiatif yang tumbuh dari bawah, pentingnya mengartikulasikan sistem-sistem lokal dan pemerintah cukuplah sebagai fasilitator.

Senada dengan Grant, Edgar Owens dan Robert Shaw dalam development reconsidered menggarisbawahi pentingnya menghindari strategi pembangunan yang mengandalkan “efek perembesan ke bawah” lewat pembesaran kue GNP, tapi lebih menekan pentingnya pembangunan yang menyerang langsung problem kemiskinan negara yang sedang berkembang (NSB), terutama dalam kerangka pemanfaatan utang luar negerinya.

Sementara itu, Dr. Mohammad Hatta, telah jauh-jauh hari lebih yakin ketika menyusun UUD’45 merumuskan pentingnya ekonomi Indonesia disusun berdasarkan pada azas kekeluargaan. Dimana penjelasan pasal 33, menyebutkan bahwa koperasi sebagai organisasi ekonomi yang cocok serta menjadi soko-guru perekonomian nasional dalam merealisasikan ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan tersebut.

Jadi, harusnya dengan potensi UKM yang besar itu, mengutip pendapat Wawan Kokotiasa dan Candra Bagus S (2002), pemerintah hendaknya memberi perioritas pengembangan UKM, tanpa menempatkan UKM sebagai anak emas. Tujuannya agar UKM mempunyai dasar kebijakan yang jelas sebagai aturan main pada lingkungan bisnis di negeri sendiri.

Lebih jauh, diungkapkan Wawan dan Candra, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi agar UKM sebagai basis ekonomi kerakyatan bisa eksis dalam perekonomian nasional. Pertama, diperlukan kemitraan pada koridor dan definisi yang jelas. Pada saat proses kemitraan ini ada proses pembelajaran oleh pengusaha kecil dari para pengusaha besar. Di samping itu, membentuk jalinan kerja sama yang harmonis serta saling menguntungkan kedua belah pihak.

Kedua, perlunya penanganan yang lebih arif dari pemerintah mengenai kredit macet yang diderita oleh UKM. Bagaimanapun, UKM dalam berusaha butuh modal, dan modal yang didapat ada yang berasal dari pinjaman bank, tetapi karena manajemen kurang bagus menyebabkan perputaran uangnya yang tidak stabil, sehingga beban utang UKM menjadi tinggi, yang akhirnya mengalami kesulitan dalam pengembaliannya. Untuk itu, perlu restrukturisasi utang UKM agar usaha yang digelutinya selama ini tidak tenggelam.

Ketiga, pemberian manajemen sederhana bagi UKM. Pendidikan manajemen sederhana harus diberikan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) agar mampu mengembangkan usahanya dan memasarkan hasil produksinya. Manajemen sederhana ini di antaranya berupa cara penjualan dan administrasi keuangan.

Keempat adalah pengenalan teknologi walaupun sifatnya sederhana, untuk bisa mencoba menjadi profesional pada bidangnya. Dan hal ini harus dilakukan secara bertahap agar mereka tidak minder untuk alih teknologi yang lebih mendukung.

Kelima, diperlukan juga kemampuan asosiasi di antara mereka untuk kepentingan bersama. Karena diduga saat ini banyak UKM yang masih bekerja sendiri-sendiri dan tidak terorganisasi. Akibatnya, usaha mereka tidak berkembang dengan baik, karena segala sesuatunya dikerjakan sendiri mulai dari mempersiapkan produk, mencari pasar, sampai melakukan promosi.

* *

Dalam bahasa lain, menyikapi banyaknya masyarakat yang hidup dalam sektor ekonomi kerakyatan tersebut, maka tidak berlebihan kalau kita perlu membangun perekonomian rakyat secara profesional. Dalam hal ini, Sri-Edi Swasono (1999), menyarankan perlu dibangunnya perekonomian rakyat bukanlah sekedar suatu pemihakan kepada rakyat, tetapi juga merupakan strategi pembangunan yang tepat.

Langkah yang ditawarkannya adalah beruapa: Pertama, mengenai pemihakan. Sebagai pemihakan kepada rakyat, pembangunan perekonomian rakyat merupakan upaya untuk melibatkan rakyat didalam pembangunan ekonomi, merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, membuka lapangan kerja bagi rakyat dan menumbuhkan nilai-nilai ekonomi pada sektor ekonomi yang digeluti oleh rakyat. Rakyat harus diberi kesempatan dan kemudahan untuk hidup melalui kegiatan-kegiatan ekonominya sebagai investasi dalam pembangunan nasional.

Kedua, mengenai strategi ekonomi. Disamping merupakan suatu pemihakan, pembangunan perekonomian rakyat mempunyai peran sebagai strategi pembangunan. Sebagai strategi pembangunan menempatkan sektor ekonomi rakyat sebagai soko-guru ekonomi nasional merupakan upaya strategis agar ekonomi nasional tumbuh dan berakar di dalam negeri. Dari sini kita membangun fundamental ekonomi dalam negeri pula. Hanya dengan demikian pula maka perekonomian Indonesia lebih mampu mandiri dan tidak kelewat ringkih dan tergantung pada perekonomian luar negeri.

Akhirnya, dengan membangun ekonomi rakyat dengan pengembangan UKM sebagai soko-guru kegiatan ekonomi nasional, tentu diharapkan akan mendorong terwujudnya kesatuan ekonomi nasional dan konsolidasi perekonomian nasional.


*) Penulis adalah Penggiat Masyarakat Ekonomi Kerakyatan (MEKer) di MIQRA Bandung.

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
WWW.ARDADINATA.COM