- / / : 081284826829

‘Menjual’ Merupakan Perbuatan Mulia

Oleh: ARDA DINATA


KATA ‘menjual’, mungkin tidak asing terdengar di telinga kita. Mengapa, karena kegiatan ‘menjual’ ini telah perpatri dan menyelimuti setiap lini kehidupan manusia. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, kata menjual berarti memberikan sesuatu dengan mendapat ganti uang.

Menyikapi dari pengertian tersebut, penulis mempunyai persepsi bahwa kata uang di sini, bisa diartikan dengan uang yang sesungguhnya atau nilai-nilai dan mungkin juga tidak dapat diukur dengan uang itu sendiri. Mengapa, tema ‘menjual’ penulis angkat kepermukaan? Mungkin, alasan yang paling gampang adalah karena di masyarakat kita kadang-kadang suka menyepelkan dan melihat dengan sebelah mata terhadap profesi ‘menjual’ ini. Padahal kalau kita renungkan dan cermati lebih jauh dari keberadaan profesi ‘menjual’, maka kita setidaknya akan berkata ini merupakan perbuatan mulia dan mengandung misi sosial yang sangat dalam. Mari kita buktikan!

Merujuk pada masa kehidupan Rasulullah Saw, ternyata Beliau adalah seorang ‘penjual’; ‘pedagang’ yang mumpuni. Bermodalkan suatu kejujuran dan akhlak yang mulia, sampai sekarang perilaku dagangnya banyak dicontek (baca: diikuti) oleh para pelaku ekonomi di seluruh dunia, tak terkecuali para pedagang non muslim.

Sekarang kita tengok ke belakang dari sejarah bangsa kita sendiri. Bangsa Indonesia selama kurang lebih 350 tahun dijajah oleh para pedagang dari negeri Eropa, berawal dari kegiatan dagang yang kecil-kecil, seperti teh, kopi,dll. Baru setelah para pedagang mempromosikan ke negeri asalnya, kemudian muncullah bangsa Belanda yang kelihatannya lebih berhasrat lagi menguasai hasil bumi Indonesia. Singkatnya, penjajahan itu ada berawal dari proses ‘menjual’. Yakni karena sifat manusia itu kadang-kadang serakah, maka timbullah rasa ingin menguasai (menjajah).

Mencermati kedua historis tersebut, jelaslah bahwa dari kegiatan ‘menjual’, ‘berdagang’ itulah akan muncul 101 macam cerita dan perilaku manusia yang khilaf. Lantas, apa sebenarnya misi dan akibat yang bisa ditimbulkan dari kegiatan ‘menjual’ ini? Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita renungkan dari proses ‘menjual’ ini. Pertama, menjual adalah perbuatan mulia. Bayangkan saja oleh Anda, apabila sebuah perusahaan yang terus menerus memproduksi suatu barang tanpa dia melakukan proses ‘menjual’. Apa yang akan terjadi? Tentunya, para pegawainya tidak bisa digaji dan perusahaan akan bangkrut. Yang jelas, dengan melakukan proses ‘menjual’, tentunya kita dapat menghidupkan kegiatan perusahaan dan secara tidak langsung menolong para karyawannya. Inilah perbuatan mulia (kalau diniatkan untuk ibadah kepada Allah SWT) dari seorang ‘penjual’.

Kedua, ‘menjual’ pada dasarnya merupakan perbuatan yang dimiliki manusia sejak lahir. Dengan kata lain, ‘menjual’ merupakan perbuatan alamiah dan fitrah manusia. Apa buktinya? Pada saat bayi kita (lahir) dan menangis, sebenarnya ia sudah melakukan transaksi ‘menjual’ agar ibunya segera memperhatikan dirinya dan mendekapnya (baca: mendapatkan perlindungan dan perhatian). Dan ternyata, setelah ibunya menyusui atau mendekapnya sang bayi berangsur-angsur mereda tangisnya. Kejadian ini mengajarkan kepada kita akan ilmu Allah SWT tentang proses ‘menjual’.

Ketiga, tanpa adanya kegiatan ‘menjual’, maka dunia ini akan “kacau”. Coba bayangkan oleh Anda, apabila sehari saja di dunia ini tidak terjadi proses ‘menjual’. Misalnya tukang beras tidak lagi menjual berasnya, tukang sayur tidak lagi menjual sayurannya, supir angkot tidak lagi menjual jasanya, PLN dan PDAM tidak lagi menjual jasanya, ….dll, maka apa yang akan terjadi? Tentunya manusia akan beteriak, menjerit, ribut dan yang jelas dunia akan menjadi tidak beraturan (“kacau balau”). Sekarang masihkah Anda meremehkan profesi ‘menjual’? Yang jelas sekarang masalahnya adalah mampukah kita menjalankan proses ‘menjual’ ini di jalan yang diridhai oleh Allah SWT?

Agar kegiatan ‘menjual’ ini mencapai harapan, maka kita harus berlandaskan pada sendi-sendi ‘menjual’ yang diajarkan dalam Islam (misalnya harus jujur, tidak menipu, berakhlak mulia, dll.). Selain itu, seharusnya kita juga terlebih dahulu harus mengetahui tahapan-tahapan dalam seni ‘menjual’. Tahapan dalam seni ‘menjual’ ini dalam istilah manajemen penjualan lebih dikenal dengan istilah AIDA (Attention = perhatian, Interest = minat, Decision = pengambilan keputusan, dan Action = tindakan) atau IDAC (Interest, Desire, Action, dan Closing).

AIDA merupakan tahapan proses yang dialami oleh seorang pembeli, dari mulai sikap cueknya terhadap sesuatu kegiatan proses ‘menjual’ yang Anda lakukan, sampai tindakan para konsumen membeli produk itu. Menurut konsep AIDA, seorang yang ‘menjual’ dituntut untuk pro active. Artinya ia tidak boleh menunggu seseorang dengan rela membeli produk yang dipasarkannya. Seorang yang ‘menjual’ harus selalu berusaha menarik perhatian calon pembeli agar timbul minatnya terhadap sesuatu yang Anda tawarkan. Kemudian setelah itu, Anda membantu para konsumen mengambil keputusan agar ia rela mengeluarkan uangnya.

Sebagai contoh penerapan AIDA, marilah kita amati langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang profesional dalam menjual VCD, seperti diungkapkan oleh Ir Permadi Alibasyah (1999: 171) yaitu pertama-tama ia menghiasi tokonya dengan bendera warna-warni; kemudian memasang sound system sekeras-kerasnya (baca: dalam tahap yang tidak mendzolimi/ mengganggu orang lain-Pen) sehingga suaranya menggelegar terdengar di kejauhan (Attention). Orang yang terkena daya tarik ini, menjadi berminat menghampiri tokonya. Kedatangannya segera disambut ramah dengan memperkenalkan berbagai jenis VCD player yang ada; sekaligus memperagakan kecanggihan-kecanggihannya (Interest). Selanjutnya calon pembeli itu digiringnya ke proses pemilihan alternatif, yaitu membantunya memilihkan VCD yang sesuai dengan selera dan kemampuan kantongnya (Decision). Bila calon pembeli itu merasa cocok, maka tentunya transaksi jual beli akan terjadi (Action).

Sementara itu konsep IDAC kelihatannya tidak jauh berbeda dengan AIDA. Yakni pertama-tama berupa Interest (minat, menarik perhatian), artinya dalam menawarkan sesuatu barang/ jasa yang akan kita jual, maka kita diusahakan dapat bersifat menarik. Setelah ada rasa ketertarikkan, kemudian usahakan agar para konsumen menjadi Desire (berhasrat). Apabila para konsumen telah mempunyai rasa tertarik dan didukung oleh rasa berhasrat, ini pertanda 65 persen usaha kita akan berhasil. Untuk itu, cepat-cepatlah anda lakukan Action (tindakan). Yakni dengan mengatakan mau pesan/ ambil berapa, tiga atau empat, ….dan jangan mengatakan beli atau tidak. Setelah ketiga tahapan tersebut Anda lakukan, maka langkah selanjutnya adalah cepat-cepatlah Anda melakukan Closing (menutup), dengan mengatakan “Permisi, maaf…. barangnya saya bungkus atau barangnya diantarkan ke mana (umumnya untuk transaksi pembelian lewat telepon)?”

Selamat mencoba seni ‘menjual’ tersebut dan semoga usaha ‘menjual’ kita mendapat ridha-Nya serta sukses selalu. Amin. Wallahu a’lam.***

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
WWW.ARDADINATA.COM